Langit malam yang tenang
dan dipenuhi bintang adalah tempat terindah yang tak pernah ingin ku tinggalkan. Aku terus bersama langit malam
itu. Memandangi bulan dan bintang. Sesekali memperhatikan guratan awan putih di
langit yang biru. Begitu mempesona dan aku tak ingin malam ini berakhir.
Begitu mengecewakan seolah
aku tak ada artinya menghabiskan malam menatap langit itu, pagi datang dengan
tergesa-gesa. Memudarkan semua keindahan yang telah tercipta. aku mengutuk
dalam hati. Aku bersumpah, tidak akan menerima pagi. Tapi, hatiku tersentuh
karena pagi begitu suci. begitu dingin. Seolah-olah dia tahu, aku sedang merasakan kebekuan karena langit malam
telah pergi.
Aku membuka pikiran. Menyelami sedikit kedasar hati, Mencari-cari apakah
aku benar-benar tidak mengagumi pagi? Di
sana ada embun segar, ada kicau burung, terlihat mentari pagi, terdengar gemericik
sungai. Ada pepohonan yang rimbun,dan masih basah oleh embun. Sebegitu bekukah
hati ku membenci pagi?? Ternyata
tidak. Pagi, membuatku semangat menjalani kehidupan dengan semua anugrah yang
tuhan berikan saat itu. Aku berdecak kagum. Ah, ternyata pagi juga tidak ingin
lama-lama bermain denganku. Katanya, sekarang sudah bukan tugasnya. Ada yang
lebih pantas, katanya.
Aku terdiam, menunggu kedatangan yang dipercaya oleh pagi. Aku
menyipitkan mata. Silau, panas, dan gersang. Aku mengernyitkan dahi. Apakah ini
yg pagi kaatakan lebih pantas?? Aku tidak mau merutuk lagi. Aku hanya mencoba
melewati panas yang dipancarkan mentari. Ternyata ia bernama siang. Oh sungguh
sulit bagiku yang terbiasa dengan dingin dan beku. Tapi, perlahan-lahan, sinar mentari
itu menghangatkan aku yang dingin dan beku Tidak sekaligus, tetapi
perlahan-lahan. Katanya, kalau perlahan-lahan, bumi yang rusak pun tak akan
tersa lagi. Aku benci, aku berharap siang itu pergi. Tapi aku menyaksikan
kebaikan siang. Di sana ada burung camar, di atas langit, ada tikus tanah
mencari makanan,, kulihat bapak-bapak yang berjualan es tebu sambil melayani banyak
pembeli. Ada guru yang mengajari murid-muridnya. Ada anak kecil bermain di lapangan
kecil di belakang rumah. Aku terharu.. melihat siang, dan tak ingin kebahagiaan
manusia menjadi hilang. Buru-buru dia pergi. Katanya, dia mau mandi. Ia sudah
membahagiakan jutaan makhluk dibumi, begitu banyak peluh yang diciptakan siang.
Aku menahannya. Katanya, jangan. Kalau aku tetap di sini, akan menjadi bencana
bagi makhluk di dunia.
Aku diam. lagi-lagi menyaksikan siang perlahan tergelincir. Perlahan
semilir angin sore membelaiku. Lembut. Inikah yang akan datang menggantikan
siang?? Sore, kau kah itu??dia menjawab. Ya. Tapi aku cuma numpang lewat karena
aku sebentar lagi akan menjadi malam. (Aku protes) Tapi kenapa
pagi,siang,engkau(sore), bahkan malam tidak pernah bertahan lama di sini?? Adakah
aku telah membuatmu marah atau bosan?? (sore tersenyum) : Aku tidak
akan menjawabnya. Karena kau lebih tau jawabannya. Aku pergi dulu, dia akan datang. Malam merajai dunia kembali. Aku
bahagia, karena sebenarnya yang kutunggu adalah engkau, malam. Juga pagi,
siang, dan sore.
“Tulisan ini saya posting di social media
facebook saya tanggal 22 September 2009. Bahkan, saya lupa bahwa saya pernah
sepuitis itu”
Nb : Some moments captured and post on my IG : suryaniannisa
No comments:
Post a Comment